Keikhlasan Ala Nahdlatul Ulama

Tulisan Lepas: Dr. H. Muchammad Toha*

Sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia, NU dikenal sangat moderat dan nasionalismenya tidak diragukan lagi, padahal umumnya massa NU berada di wilayah pedesaan terpencil dan bekerja di sektor informal,  bertani atau bermata pencaharian mandiri serta berada pada kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi alias termarjimal. Anehnya, kendatipun tidak terlalu banyak mendapat fasilitas dan perhatian dari penguasa negara namun kecintaan terhadap keutuhan negeri ini luar biasa, inilah kekhasan NU yang layak dikagumi.

Pakar sejarah Gresik Dr. H. Muchammad Thoha. (Istimewa)

Jika obyektif menelaah sejarah, cukup banyak pejuang NU yang gugur dalam merebut kemerdekaan negara, baik yang berjuang melalui Hizbullah, Sabilillah, maupun Barisan Ulama dan kelasykaran lain, namun ketika negara ini berhasil meraih anugerah kemerdekaan para tokoh dan pejuang NU yang selamat justru kembali ditengah-tengah umat di desa-desa terpencil jauh dari pusat kota yang telah diperjuangkan kemerdekaannya.

Para pejuang NU ini kemudian rela membenamkan dirinya bersama umat sehingga bagi mereka yang muncul kemudian dan kehadirannya tiba-tiba menganggap pejuang-pejuang ini hanyalah tokoh renta yang tidak tahu apa-apa dalam membangun negara, padahal sejatinya para pejuang NU inilah yang berada di garda terdepan bertaruh nyawa dalam merebut kemerdekaan pada waktu itu, namun karena keikhlasan yang luar biasa, ketika kemerdekaan ini berhasil diraih maka tugas utama dianggap selesai dan kembali berkiprah  menata moral serta mencerdaskan akal budi umatnya.

Pada era kemerdekaan banyak dijumpai tokoh agama (kiyai) yang tidak mau mengurus dan melengkapi admistrasi untuk dicatatkan sebagai pejuang dan menerima pensiun sebagai bentuk penghargaan sebagai pejuang, penolakan itu didasari karena para pejuang ini menganggap ibadah serta hanya mencari keridlaan Tuhan saja, akhirnya nama para pejuang ini tidak ada dalam daftar para veteran di negeri ini, padahal tokoh-tokoh agama ini para pejuang sejati.

Begitu besar pengorbanan NU dalam meraih kemerdekaan negeri ini, tetapi ketika negeri ini merdeka justru tempat-tempat strategis serta gedung-gedung representatif untuk kegiatan pendidikan dan kemasyarakatan khususnya di perkotaan justru dimiliki lembaga-lembaga selain NU, sedangkan lembaga pendidikan dan tempat ibadah warga NU tetap berada dikampung-kampung sempit dipinggiran kota yang kadang-kadang agak kumuh, aneh memang.

Dari kenyataan ini menunjukkan keikhlasan tokoh-tokoh NU, walaupun telah berjuang dan behasil meraih kemerdekaan, bukan tetap bertahan di wilayah perkotaan dengan mengambil alih perumahan indah dan gedung mewah yang berdiri kokoh di jalan raya peninggalan Belanda, tapi kembali ke desa dengan jalan yang belum tertata serta bangunan gedung yang sederhana dengan lampu penerangan seadanya.

Tentunya dalam logika nakal kekinian pasti akan dibahas panjang lebar benarkah keikhlasan seperti ini harus tetap dipertahankan, atau analisis yang usil akan mengatakan bahwa para pejuang NU dahulu telah terpuaskan dengan teraihnya kemerdekaan sehingga tidak terpikirkan untuk menguasai aset-aset peninggalan Belanda yang umumnya terletak di pusat kota, dengan bangunan megah, berarsitektur indah dan semua itu bukan menjadi milik Nahdlatul Ulama. 

*Penulis selain aktif berikan taushiyah agama di pelosok NUsantara, juga aktif di NU Gresik, Pena sehat Ika PMII Gresik, pakar sejarah Gresik. Saat ini menjadi Balitbang Kankemenag Bali. 



youtube