Tulisan Lepas: Ahmad Yani Elbanis*
Opini (wartanu.online) - Ketika Musyawarah Nasional (Munas) Ulama NU yang digelar di pesantren KHR As’ad Syamsul Arifin pada 18-21 Desember 1983, NU satu-satunya Ormas Islam menerima Pancasila sebagai asas tunggal, bahkan menjadi keputusan NU secara organisatoris melalui Muktamar NU ke-27, tepatnya pada Desember 1984.
Kebijakan cerdas NU untuk membumikan Pancasila sebagai perekat NKRI ini, sebelumnya dicetuskan pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, KHR As’ad Syamsul Arifin seperti dikisahkan dalam buku KHR As’ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya.
Beliau berpesan hendaknya masyarakat Muslim dapat tetap membela dan tetap mempertahankan kemurnian nilai-nilai luhur Pancasila. Kiai As’ad memang dikenal sebagai pahlawan Pancasila. Dalam sambutannya di buku biografi KHR As’ad Syamsul Arifin, Menteri Agama Tarmizi Taher saat itu juga mengatakan, dalam memperjuangkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagai kehidupan berbangsa dan bernegara, Kiai As’ad mempunyai andil yang besar. Beliau yang pertama kali mengemukakan sila pertama Pancasila adalah cerminan dari ajaran "Tauhid" dalam Islam.
Pancasila sudah final menjadi falsafah ideologi negara kita Indonesia sehingga bila ada gerakan apalagi bertameng agama dijadikan alat untuk gerakan tertentu, maka perlu diwaspadai karena bisa jadi terselubung benih benih intoleransi dan radikalisme. Jangan utopis mengatasnamakan agama atau paham apapun, mereka akan bisa menggantikan Pancasila ideologi negara Indonesia.
Setiap warga negara harus secara konsekwen, mengamalkan Pancasila sebagai sendi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena Pancasila sudah final tidak akan pernah bisa diganggu gugat eksistensinya, maka kalau ada pihak-pihak merongrong Pancasila itu saja sama artinya mereka mau menghancurkan bangunan pondasi NKRI.
Membumikan Pancasila kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu nilai-nilai ke-Pancasila-an terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan menghargai satu sama lain serta menjungjung tinggi toleransi, juga konsekwen menjalankan pesan moral Pancasila; ' sebagai pedoman pengamalan Penghayatan dalam peri kehidupan berbangsa dan bernegara.'
Para ulama dan kyai santri, umat Islam sepenuhnya menjaga Pancasila agar tidak dirong-rong dari pihak mana pun, misalnya itu terekam jejak sikap mereka dengan tegas dalam peneguhan Asas Tunggal Pancasila, melalui Munas dan Muktamar NU (1983-1984), dengan tuan rumah KH As’ad Syamsul Arifin di Situbondo tersebut.
Mereka memahami Pancasila mengandung nilai-nilai ajaran Islam, yakni mengajarkan kebaikan kedamaian dan kesejukan, untuk menjalankan kehidupan sisi kemanusiaan manusia merdeka berbeda-beda, tapi satu tujuan dalam NKRI.
Dengan demikian, orang beragama tidak ada paksaan, itu sudah jelas dalam Islam tak ada paksaan, orang harus masuk memeluk agama Islam, karena dakwah Islam itu santun tidak dengan radikalisme kekerasan atau pedang alias peperangan.
Akan tetapi negara harus bersikap tegas supaya ber-Pancasila itu-- warga negara perlu dipaksa--negara seyogyanya melakukan hegemoni kekuasaannya; 'terhadap warganya yang tidak mengakui Pancasila', agar mereka menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam peri kehidupan negara dan kebangsaan.
Artinya jika ada warga negara atau kelompok-kelompok tertentu dari ormas mana pun tidak mengakui Pancasila, maka negara perlu turun tangan menyadarkan mereka kembali pada Pancasila, sehingga siapapun yang tidak patuh menjalankan Pancasila, negara bisa menumpas menyatakan; 'perang untuk mereka yang merongrong keutuhan negara membahayakan Pancasila,' seperti yang pernah dilakukan Presiden RI pertama Bung Karno, beliau tidak segan mengikis numpas habis mereka yang memberontak dengan tujuan mengganti Pancasila dan mendirikan negara dalam negara.
Maka Setya Kita Pancasila (SKP) sebagai Ormas yang sudah sah berbadan hukum punya tugas khusus kepancasilaan, para pengurusnya berlatar aneka ragam agama diakui negara menjadi modal orgaisasi ini dengan menerima perbedaan (Bhineka Tunggal Ika) untuk terus menyadarkan masyarakat akan pentingnya Pancasila pemersatu bangsa, bisa juga melalui kegiatan-kegiatan positif seperti dialog seminar simposium kerja bhakti sosial dengan melibatkan berbagai elemen bangsa, bersama-sama buka gali sejarah Pancasila dalam melakukan penghayatan Pancasila sesuai yang dicita-citakan the founding father negara ini.
Selain itu juga bisa membuatkan semacam buku panduan saku Pancasila, yang setiap saat bisa dibawa dan menjadi persyaratan khusus ke-administrasi-an, apabila melakukan berbagai aktivitas macam kegiatan perlu untuk menjadikan tolak ukur; ' kesetiaan warga negara dengan ideologi Pancasila.' Menebar wawasan kebangsaan plularisme mengikis radikalisme dan intolerasi menjadi tugas bersama SKP dalam ikut merekatkan tali temali persatuan NKRI menjadi tantangan tersendiri kedepan ormas ini, agar generasi mendatang tidak mengalami krisis Pancasila, mengingat generasi sekarang mengkhawatirkan rasa nasionalisme mereka dengan negara ini karena pesatnya perubahan perkembangan zaman sehingga perlunya SKP membumikan Pancasila dengan kesadaran mereka sebagai generasi penerus keberlanjutan NKRI yang harus dijaga bersama melalui Pancasila.
Setiap warga negara harus secara konsekwen, mengamalkan Pancasila sebagai sendi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena Pancasila sudah final tidak akan pernah bisa diganggu gugat eksistensinya, maka kalau ada pihak-pihak merongrong Pancasila itu saja sama artinya mereka mau menghancurkan bangunan pondasi NKRI.
Membumikan Pancasila kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu nilai-nilai ke-Pancasila-an terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan menghargai satu sama lain serta menjungjung tinggi toleransi, juga konsekwen menjalankan pesan moral Pancasila; ' sebagai pedoman pengamalan Penghayatan dalam peri kehidupan berbangsa dan bernegara.'
Para ulama dan kyai santri, umat Islam sepenuhnya menjaga Pancasila agar tidak dirong-rong dari pihak mana pun, misalnya itu terekam jejak sikap mereka dengan tegas dalam peneguhan Asas Tunggal Pancasila, melalui Munas dan Muktamar NU (1983-1984), dengan tuan rumah KH As’ad Syamsul Arifin di Situbondo tersebut.
Mereka memahami Pancasila mengandung nilai-nilai ajaran Islam, yakni mengajarkan kebaikan kedamaian dan kesejukan, untuk menjalankan kehidupan sisi kemanusiaan manusia merdeka berbeda-beda, tapi satu tujuan dalam NKRI.
Dengan demikian, orang beragama tidak ada paksaan, itu sudah jelas dalam Islam tak ada paksaan, orang harus masuk memeluk agama Islam, karena dakwah Islam itu santun tidak dengan radikalisme kekerasan atau pedang alias peperangan.
Akan tetapi negara harus bersikap tegas supaya ber-Pancasila itu-- warga negara perlu dipaksa--negara seyogyanya melakukan hegemoni kekuasaannya; 'terhadap warganya yang tidak mengakui Pancasila', agar mereka menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam peri kehidupan negara dan kebangsaan.
Artinya jika ada warga negara atau kelompok-kelompok tertentu dari ormas mana pun tidak mengakui Pancasila, maka negara perlu turun tangan menyadarkan mereka kembali pada Pancasila, sehingga siapapun yang tidak patuh menjalankan Pancasila, negara bisa menumpas menyatakan; 'perang untuk mereka yang merongrong keutuhan negara membahayakan Pancasila,' seperti yang pernah dilakukan Presiden RI pertama Bung Karno, beliau tidak segan mengikis numpas habis mereka yang memberontak dengan tujuan mengganti Pancasila dan mendirikan negara dalam negara.
Maka Setya Kita Pancasila (SKP) sebagai Ormas yang sudah sah berbadan hukum punya tugas khusus kepancasilaan, para pengurusnya berlatar aneka ragam agama diakui negara menjadi modal orgaisasi ini dengan menerima perbedaan (Bhineka Tunggal Ika) untuk terus menyadarkan masyarakat akan pentingnya Pancasila pemersatu bangsa, bisa juga melalui kegiatan-kegiatan positif seperti dialog seminar simposium kerja bhakti sosial dengan melibatkan berbagai elemen bangsa, bersama-sama buka gali sejarah Pancasila dalam melakukan penghayatan Pancasila sesuai yang dicita-citakan the founding father negara ini.
Selain itu juga bisa membuatkan semacam buku panduan saku Pancasila, yang setiap saat bisa dibawa dan menjadi persyaratan khusus ke-administrasi-an, apabila melakukan berbagai aktivitas macam kegiatan perlu untuk menjadikan tolak ukur; ' kesetiaan warga negara dengan ideologi Pancasila.' Menebar wawasan kebangsaan plularisme mengikis radikalisme dan intolerasi menjadi tugas bersama SKP dalam ikut merekatkan tali temali persatuan NKRI menjadi tantangan tersendiri kedepan ormas ini, agar generasi mendatang tidak mengalami krisis Pancasila, mengingat generasi sekarang mengkhawatirkan rasa nasionalisme mereka dengan negara ini karena pesatnya perubahan perkembangan zaman sehingga perlunya SKP membumikan Pancasila dengan kesadaran mereka sebagai generasi penerus keberlanjutan NKRI yang harus dijaga bersama melalui Pancasila.
#Pancasila harga mati NKRI
Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad.
*Bumi Pancasila,
Ahmad Yani Elbanis
Ketua DPW SKP Jawa Timur
Allahumma sholli'ala Sayyidina Muhammad.
*Bumi Pancasila,
Ahmad Yani Elbanis
Ketua DPW SKP Jawa Timur